Calon dokter hewan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berhasil menemukan vaksin antivirus flu burung dari ekstrak buah Mahkota Dewa.
Awalnya, Artina Prastiwi, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, mengaku resah atas epidemi virus flu burung atau Avian Influenza (AI) H5N1, terutama di lingkungan peternakan unggas. Sebab, tidak hanya kerugian materi, para peternak unggas juga berisiko tertular virus flu burung dari unggas peliharaan mereka. Banyak Peternak ayam dan Pembibitan DOC juga gulung tikar.
“Banyak peternak yang tidak memvaksin unggasnya karena harga vaksin kimia AI di pasaran cukup mahal. Harganya dipatok 200 ribu rupiah untuk 100 dosis,” kata Artina
Kreativitas gadis berjilbab ini pun timbul. Dia meneliti potensi buah Mahkota Dewa sebagai antivirus AI. Secara ilmiah, buah bernama latin Phaleria Macrocarpa ini memang telah terbukti mampu meningkatkan daya tahan tubuh. “Selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan vitalitas, kandungan saponin dalam buah mahkota dewa juga dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri dan antivirus,” imbuhnya.
Cara pembuatan antivirus flu burung diawali dengan mengeketraksi buah mahkota dewa melalui proses penyulingan. Artina mengawalinya dengan menimbang ekstrak mahkota dewa sesuai dosis yang dibutuhkan. Dia mencontohkan, dosis 10ml membutuhkan 100gr buah mahkota dewa kering per 100ml air atau kelipatannya, yakni 100gr per 1.000ml. Lantas, dilakukan penyulingan untuk mendapatkan ekstrak buah mahkota dewa yang kaya akan senyawa saponin. Ekstrak tersebut harus mengandung sapoin 10 persen. “Hasil saponin yang diperoleh inilah yang digunakan sebagai bahan baku yakni sebagai pelarut suspense antigen virus AI. Lalu yang digunakan sebagai vaksin adalah ekstrak mahkota dewa 0,2 ml,” paparnya.
Dara kelahiran Gunungkidul, 26 Januari 1989, ini kemudian menguji coba vaksin buatannya kepada 30 butir telur ayam berembrio yang telah diberi virus AI; ditambahi antivirus saponin berkadar 10, 15, dan 20 persen dari ekstrak mahkota dewa 0,2ml; serta diinkubasi selama 35 hari.
Pada kelompok telur yang diberi tambahan saponin 10 persen diketahui embrio tidak mati, sehat, dan tanpa luka. Sementara, semua embrio telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi ternyata mati dengan disertai perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh. “Sepuluh persen merupakan hasil terbaik untuk menghambat virus flu burung. Ini membuktikan bahwa kadar saponin yang digunakan harus tepat sebab bisa menimbulkan keracunan jika diberikan dalam dosis besar,” kata putri pasangan Sugita dan Wartinah tersebut.
Alumnus SMA 1 Wonosari itu kemudian melanjutkan pengujian kepada ayam usia kurang dari 21 hari. Ternyata, semua ayam yang diberi vaksin tidak mati. Vaksin yang telah teruji dalam skala laboratorium tersebut terbukti mampu menghambat perkembangan virus flu burung hingga 87 persen.
Tak hanya itu, vaksin buatan Artina juga lebih murah dibandingkan dengan vaksin yang kini dijual di pasaran. Per 100 dosis, vaksin AI dari buah mahkota dewa dijual hanya Rp75 ribu, sedangkan vaksin kimia dibanderol Rp200 ribu untuk dosis yang sama. Namun, agar dapat diproduksi massal, vaksin tersebut masih harus diteliti lebih jauh untuk dapat mengetahui hasil pastinya.